Siapa sangka, suara kriuk gorengan bisa berujung jadi denting kemenangan? Bu Ani, seorang penjual gorengan di gang kecil dekat pasar tradisional, tak pernah membayangkan kalau hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Setiap hari ia berjibaku dengan minyak panas, angin malam, dan pelanggan yang kadang nawar kebangetan. Tapi ada satu malam yang tak akan pernah ia lupakan—malam saat game bernama Rio Fantasia di NEGO77 membawanya terbang dari dunia nyata ke dunia mimpi, lalu kembali ke bumi dengan tabungan Rp66.900.000 di tangannya.
Hari itu seperti biasa. Ia menutup lapak jam sembilan malam. Badan sudah capek, tapi Bu Ani memang bukan tipe yang gampang lelah. Ia biasa menghabiskan sisa malam dengan main HP sambil selonjoran. Tak sengaja, ia buka link dari grup ibu-ibu pengusaha kecil yang membahas tentang "jam gacor" di game online. Judul gamenya unik—Rio Fantasia. Ada yang bilang game ini penuh warna, meriah seperti karnaval Brazil. Dan yang bikin penasaran, ada yang menyebut jam 22:40 WIB adalah waktu paling ‘panas’ untuk main.
“Ah, coba aja ah, iseng-iseng berhadiah,” pikir Bu Ani sambil menyeruput teh manis. Ia tak menyangka, putaran demi putaran, game itu seperti sedang bersorak menyambut kedatangannya. Bunga api digital, musik samba, dan warna-warni tropis mengalir di layar HP-nya. Dan ketika scatter terakhir mendarat, saldo akunnya melonjak drastis. Rp66.900.000 muncul seperti mimpi. Bahkan dia sempat gosok-gosok layar HP-nya, takut itu cuma bug.
Tapi itu bukan bug. Itu nyata. Dan dari situ, mulailah cerita yang tidak hanya soal keberuntungan, tapi juga tentang intuisi, kebiasaan kecil, dan ketekunan dalam bentuk yang sederhana tapi sangat bermakna.
Bu Ani mungkin tidak mengerti istilah RTP atau volatilitas. Tapi ia punya sesuatu yang tak kalah penting: naluri. Ia bilang, sebelum mulai main, ia selalu ‘ngobrol’ dengan perasaannya dulu. Kalau suasana hatinya sedang sumpek atau capek berat, ia lebih baik nonton sinetron daripada main game. “Kalo hati lagi nggak enak, game juga biasanya pelit,” ujarnya sambil tertawa.
Salah satu hal yang menarik adalah cara Bu Ani membaca pola. Ia tidak menyebutnya “strategi”, tapi lebih seperti perasaan yang muncul setelah melihat gerakan simbol dan efek suara. Ketika game mulai terasa “ramai tapi stabil”, ia tahu saat itu kemungkinan besar momen besar akan datang. “Kayak pasar pas lagi rame, tapi semua pelanggan senyum. Nah, itu biasanya rejeki gede datang,” katanya.
Ia juga punya kebiasaan menunggu antara spin. Tidak asal pencet cepat. Ia memberi jeda beberapa detik, seperti memberi napas pada permainan. “Game juga butuh ritme,” ujarnya. Banyak orang main seperti dikejar waktu, padahal menurut Bu Ani, justru pelan-pelan itu yang bikin hoki datang tanpa dipaksa.
Malam itu, tepat pukul 22:40 WIB—jam yang disebut ‘gacor’ oleh banyak pemain—Bu Ani bermain dengan tenang. Ia tidak buru-buru, tidak terlalu berharap. Ia hanya merasa malam itu berbeda. Dan memang benar, dari satu putaran ke putaran lain, kemenangan besar itu datang menghampiri, tanpa aba-aba, tanpa tanda-tanda khusus, kecuali rasa percaya yang tumbuh dari naluri seorang perempuan sederhana.
Bu Ani punya kebiasaan yang tampaknya sepele, tapi ternyata berdampak besar. Ia selalu menyimpan catatan kecil di buku tulis lusuhnya, berisi jam main, nama game, dan perasaan setelah main. “Biar bisa tahu, jam berapa yang cocok buat aku,” jelasnya. Dari situlah ia tahu bahwa jam 22:40 seringkali membawanya keberuntungan—entah karena sudah selesai semua urusan rumah, atau karena pikirannya paling tenang saat itu.
Ia juga rajin mengamati. Bukan mengamati game secara teknis, tapi mengamati respons tubuh dan pikirannya sendiri. Kalau matanya mulai berat, ia berhenti. Kalau merasa senang dan puas, ia tutup aplikasi. Ia percaya, keberuntungan bukan soal angka, tapi soal kesadaran—tahu kapan cukup, tahu kapan saatnya mundur.
Yang menarik, Bu Ani tidak pernah bermain lebih dari saldo kecil. “Aku modalin cuma uang dari jualan yang emang diniatin buat hiburan. Bukan uang buat belanja besok,” katanya. Prinsip ini membuat dia tidak pernah merasa rugi, karena yang ia pertaruhkan bukan kebutuhan pokok, melainkan bagian kecil dari hasil kerja kerasnya.
Dan inilah yang membedakan Bu Ani dari banyak pemain lain—ia bermain dengan sadar. Tanpa ambisi berlebihan, tanpa tekanan. Ia hanya mengikuti alur, seperti saat ia memilih tahu isi atau tempe goreng buat dijual hari itu: berdasarkan rasa, pengalaman, dan sedikit intuisi yang dilatih dari keseharian.
Kini, setelah uang Rp66,9 juta itu masuk rekening, Bu Ani tidak lantas mengubah hidupnya secara drastis. Ia tetap jualan gorengan. Tetap bangun pagi, tetap menyapa pelanggan dengan senyum tulus. Tapi ada satu hal yang berubah—perasaan aman. “Sekarang, kalau hujan besar dan jualan sepi, aku nggak terlalu khawatir. Ada cadangan buat anak sekolah, buat jaga-jaga kalau sakit,” katanya.
Ia juga mulai berbagi cerita ke pelanggan setianya. Tapi bukan untuk pamer, melainkan untuk memberi semangat. “Rejeki itu kadang datang dari tempat yang nggak kita sangka. Tapi ya kita harus siap, harus buka hati,” ujarnya dengan bijak. Ia tidak mengajak orang lain ikut main, tapi lebih kepada mengajak orang untuk percaya bahwa usaha dan kepekaan itu penting dalam hidup.
Kisah Bu Ani adalah pengingat bahwa keberuntungan besar bisa datang dari tangan-tangan kecil yang terbiasa bekerja keras. Dari ibu-ibu yang tak pernah menyerah walau dagangan kadang tak habis. Dari orang biasa yang menjaga rutinitas dengan sabar, dan memberi ruang bagi kejutan untuk datang.
Jadi, buat kamu yang mungkin sedang merasa hidupmu biasa-biasa saja, ingatlah Bu Ani. Kadang, keajaiban bukan soal besar kecilnya hasil, tapi soal cara kita menjalani proses. Karena seperti gorengan yang renyah datang dari minyak panas dan kesabaran menggoreng, begitu juga hidup—membutuhkan waktu, rasa, dan hati yang terbuka untuk menerima apa pun yang datang.